TEORI ASAM DAN BASA
ASAM DAN BASA
Oleh:
Nama : Winda Wongso
NIM : C1061191024
Prodi : Ilmu dan Teknologi Pangan B
UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK
Asam dan
basa adalah dua golongan zat
kimia yang sangat umum ditemukan di sekitar kita. Sebagai contoh, cuka, asam
sitrun, dan asam dalam lambung tergolong asam, sedangkan kapur sirih dan soda
api tergolong basa. Asam dan basa memiliki sifat-sifat yang berbeda. Pada
mulanya, asam dan basa dibedakan berdasarkan rasanya, di mana asam terasa masam
sedangkan basa terasa pahit dan licin seperti sabun. Namun, secara umum zat-zat
asam maupun basa bersifat korosif dan beracun khususnya dalam bentuk larutan
dengan kadar tinggi sehingga sangat
berbahaya jika diuji sifatnya dengan metode merasakannya. Terdapat 3 teori asam basa yaitu teori asam basa Arrhenius, teori asam basa Bronsted Lowry, dan teori asam basa Lewis.
1.
Teori Asam Basa Arrhenius
Teori ini pertama kalinya dikemukakan
pada tahun 1884 oleh Svante August Arrhenius. Menurut Arrhenius, definisi dari
asam dan basa, yaitu:
-
asam adalah senyawa yang jika
dilarutkan dalam air melepaskan ion H+.
-
basa adalah senyawa yang jika
dilarutkan dalam air melepaskan ion OH−.
Gas asam klorida (HCl) yang sangat larut dalam air tergolong
asam Arrhenius, sebagaimana HCl dapat terurai menjadi ion H+dan Cl−
di dalam air. Berbeda halnya dengan metana (CH4) yang bukan asam
Arrhenius karena tidak dapat menghasilkan ion H+ dalam air meskipun
memiliki atom H. Natrium hidroksida (NaOH) termasuk basa Arrhenius, sebagaimana
NaOH merupakan senyawa ionik yang terdisosiasi menjadi ion Na+ dan
OH− ketika dilarutkan dalam air. Konsep asam dan basa Arrhenius ini
terbatas pada kondisi air sebagai pelarut.
2. Teori Asam Basa Bronsted Lowry
Pada tahun 1923, Johannes N.
Brønsted dan Thomas M. Lowry secara terpisah mengajukan definisi asam dan basa
yang lebih luas. Konsep yang diajukan tersebut didasarkan pada fakta bahwa
reaksi asam–basa melibatkan transfer proton (ion H+) dari satu zat
ke zat lainnya. Proses transfer proton ini selalu melibatkan asam sebagai
pemberi/donor proton dan basa sebagai penerima/akseptor proton. Jadi, menurut
definisi asam basa Bronsted–Lowry,
-
asam adalah donor proton.
-
basa adalah akseptor proton.
Asam-basa Konjugasi Kelanjutan
dari teori Bronsted-Lowry adalah spesi yang telah mendonorkan proton, akan
memiliki kemampuan untuk bisa menerima proton, sehingga merupakan basa. Untuk
basa yang terjadi karena hasil donor proton biasa disebut basa konjugasi dari
asam semula. Sedangkan untuk spesi yang menerima proton, akan memiliki
kemampuan untuk mendonorkan proton, dan biasa disebut asam konjugasi dari basa
semula. Lebih jelasnya perhatikan reaksi HCl dan air berikut ini:
Pada reaksi
diatas, HCl mendonorkan proton pada air, mengacu pada teori Bronsted-Lowry maka
HCl tersebut merupakan asam. Akan tetapi setelah HCl mendonorkan proton,
sisanya hanya ion Cl-, dimana memiliki kemampuan untuk menerima
proton atau basa. Maka, Cl- merupakan basa konjugasi dari HCl.
Pasangan asam basa konjugasi = HCl dan Cl-
Karena air
menerima proton dari HCl, air tersebut merupakan basa. Setelah air menerima
proton, akan terbentuk ion H3O+, dimana memiliki
kemampuan untuk mendonorkan proton atau asam. Maka, ion H3O+
merupakan asam konjugasi dari air. Pasangan basa asam konjugasi = air dan H3O+.
Amfoter
Senyawa amfoter
adalah senyawa yang bisa menjadi asam maupun basa, tergantung kondisi
lingkungannya. Hal tersebut karena senyawa amfoter memiliki kemampuan seperti
itu. Kemampuan tersebut dapat terjadi karena pada senyawa amfoter terdapat atom
hidrogen yang bisa lepas menjadi proton dan memiliki pasangan elektron bebas yang
bisa menerima proton. Contoh senyawa amfoter diantaranya air, asam amino,
protein, Al(OH)3 dan beberapa logam oksida (ZnO, PbO, SnO dsb)
Istilah
amfoter berasal dari bahasa yunani yaitu amphoteroi yang berarti keduanya.
Penggunaannya dalam asam basa, amfoter berarti senyawa yang bisa menjadi
keduanya. Terkadang istilah lain yang juga digunakan untuk senyawa yang dapat
menjadi asam maupun basa adalah amfiprotik. Antara Amfoter dan Amfiproti
memiliki makna yang sama.
3.
Teori Asam Basa Lewis
Pada tahun 1923,
G. N. Lewis mengemukakan teori asam basa yang lebih luas dibanding kedua teori
sebelumnya dengan menekankan pada pasangan elektron yang berkaitan dengan
struktur dan ikatan. Menurut definisi asam basa Lewis,
-
asam adalah akseptor pasangan elektron.
-
basa adalah donor pasangan elektron.
Berdasarkan definisi Lewis, asam yang berperan sebagai spesi
penerima pasangan elektron tidak hanya H+. Senyawa yang memiliki orbital kosong pada kulit
valensi seperti BF3 juga dapat berperan sebagai asam. Sebagai
contoh, reaksi antara BF3 dan NH3 merupakan reaksi
asam–basa, di mana BF3 sebagai asam Lewis dan NH3 sebagai
basa Lewis. NH3 memberikan pasangan elektron kepada BF3
sehingga membentuk ikatan
kovalen koordinasi antara keduanya.
Kelebihan
definisi asam basa Lewis adalah dapat menjelaskan reaksi-reaksi asam–basa lain
dalam fase padat, gas, dan medium pelarut selain air yang tidak melibatkan
transfer proton. Misalnya, reaksi-reaksi antara oksida asam (misalnya CO2
dan SO2) dengan oksida basa (misalnya MgO dan CaO), reaksi-reaksi
pembentukan ion kompleks seperti [Fe(CN)6]3−, [Al(H2O)6]3+,
dan [Cu(NH3)4]2+, dan sebagian reaksi dalam
kimia organik.
DAFTAR PUSTAKA
Manis. 2018. Pengertian Asam Basa, Sifat, Teori, dan Contoh
Reaksi Asam Basa Terlengkap. https://www.pelajaran.co.id/
(Di akses: Minggu, 6 Oktober 2019)
Sinaga, Dian.
2019. Teori Asam Basa. https://www.studiobelajar.com/teori-asam-basa/
(Di akses: Minggu, 6 Oktober 2019)
Oleh:
Nama : Winda Wongso
NIM : C1061191024
Prodi : Ilmu dan Teknologi Pangan B
UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK
Sangat bermanfaat materinya
BalasHapus